Dalam dunia kehutanan dan pengelolaan lahan berbasis kayu, pohon jati ((Tectona grandis) dikenal luas sebagai spesies bernilai tinggi. Kualitas kayunya yang tahan lama membuat tanaman ini menjadi primadona untuk tujuan komersial maupun konservasi jangka panjang.
Oleh karena itu, pemahaman mengenai teknik budidaya jati secara ilmiah menjadi sangat penting supaya hasil optimal dapat dicapai sejak tahap awal pembibitan.
Dua Pendekatan Dasar dalam Pembibitan Jati
Secara teknis, pembibitan jati dapat dilakukan melalui dua metode utama, yakni generatif dan vegetatif.
1. Pembibitan Generatif Berbasis Biji
Metode generatif mengandalkan biji sebagai sumber bibit. Namun, karena biji jati tergolong keras dan memiliki persentase daya kecambah yang rendah, diperlukan perlakuan khusus untuk memecah masa dormansinya.
Keberhasilan dalam metode ini sangat ditentukan oleh kondisi fisiologis benih serta perlakuan awal yang dilakukan sebelum penyemaian. Adapun beberapa teknik pemecah dormansi yang digunakan meliputi:
- Perendaman biji dalam air dingin, lalu penjemuran di bawah sinar matahari selama 4 hingga 5 hari, secara berulang.
- Perendaman bergantian antara air panas dan air dingin selama satu minggu penuh.
- Pengamplasan permukaan biji pada bagian epikotil guna menipiskan kulit keras agar air dan udara dapat masuk.
- Perendaman dalam larutan asam sulfat (H₂SO₄) selama 15 menit, lalu dibilas dengan air bersih sebelum dikecambahkan.
Setelah itu, biji ditanam dengan bagian bekas tangkai berada di bawah, dan ditekan sedalam 2 cm ke media tabur agar tidak mudah hanyut saat penyiraman atau hujan.
2. Media dan Lingkungan Persemaian
Media kecambah yang ideal untuk benih jati adalah pasir steril. Sterilisasi dapat dilakukan melalui tiga cara:
- Penjemuran di bawah sinar matahari
- Pemanasan menggunakan metode sangrai
- Penyemprotan fungisida seperti Benlate untuk membunuh jamur dan bakteri
Media tidak boleh dipadatkan agar bibit dapat menembus permukaan dengan mudah. Kelembaban dijaga dengan penyiraman dua kali sehari.
Untuk menjaga kestabilan suhu dan kelembaban, naungan diperlukan, bisa berupa plastik, anyaman daun kelapa, atau jaring pelindung ringan.
Proses perkecambahan biasanya berlangsung bertahap sehingga kesabaran dibutuhkan untuk menunggu kemunculan bibit secara merata.
Penyapihan dan Pemeliharaan Bibit Awal
Setelah biji berkecambah, bibit dipindahkan ke media sapih yang terdiri atas campuran pasir, tanah, dan kompos dengan perbandingan 7:2:1. Polybag yang digunakan berukuran 10 x 15 cm untuk menunjang pertumbuhan awal akar.
Pemupukan dimulai ketika bibit berumur dua minggu menggunakan larutan pupuk NPK (dosis 5 gram per liter air). Pemupukan diulang setiap dua minggu hingga usia tiga bulan atau saat bibit mencapai tinggi siap tanam ke lahan akhir.
Pembiakan Vegetatif untuk Efisiensi Genetik
Sebagai alternatif dari metode generatif, perbanyakan jati secara vegetatif juga dapat dilakukan. Metode ini bertujuan mempertahankan sifat unggul dari pohon induk serta mempercepat produksi bibit berkualitas seragam.
Teknik vegetatif yang umum diterapkan pada jati antara lain:
- Stump: Potongan akar dan batang yang ditanam kembali
- Puteran: Pemanfaatan cabang muda yang diputar dan ditanam
- Grafting: Penyambungan batang bawah dan atas dari dua pohon berbeda
- Kultur jaringan: Perbanyakan secara in vitro menggunakan jaringan tanaman di laboratorium
Meskipun metode vegetatif membutuhkan pengetahuan teknis yang lebih mendalam, hasilnya cenderung lebih konsisten dalam kualitas dan pertumbuhan.
Kesiapan Tanam ke Lapangan
Bibit jati siap tanam ke lapangan ketika telah mencapai tinggi sekitar 30 cm dengan akar sehat dan batang kokoh. Umumnya, hal ini tercapai dalam waktu lima bulan sejak semai.
Penanaman sebaiknya dilakukan menjelang musim hujan agar bibit dapat tumbuh dengan dukungan curah hujan alami. Lubang tanam ideal berukuran 30 x 30 x 30 cm untuk memastikan akar berkembang dengan baik sejak awal.
Investasi Hijau Jangka Panjang
Budidaya jati memerlukan ketelitian sejak tahap perencanaan hingga persemaian. Pemilihan metode pembibitan yang tepat, perlakuan benih yang sesuai, serta pemeliharaan optimal selama masa awal pertumbuhan akan menentukan kualitas tanaman jati di masa depan.
Sebagai pohon dengan umur panen di atas 20 tahun, jati bukan hanya sumber ekonomi yang potensial, namun juga bagian penting dari strategi konservasi jangka panjang. Oleh sebab itu, budidaya jati layak dijadikan prioritas dalam program rehabilitasi lahan maupun hutan tanaman industri.